1. SEJARAH AKUNTANSI INTERNASIONAL
Akuntansi
internasional adalah akuntansi untuk transaksi internasional, perbandingan
prinsip akuntansi antarnegara yang berbeda dan harmonisasi berbagai standar
akuntansi dalam bidang kewenangan pajak, auditing dan bidang akuntansi lainnya.
Akuntansi harus berkembang agar mampu memberikan informasi yang diperlukan
dalam pengambilan keputusan di perusahaan pada setiap perubahan lingkungan
bisnis.
Perkembangan
Akuntansi dari Sistem Pembukuan Berpasangan Pada awalnya, pencatatan transaksi
perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu, kulit
kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat ini
masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 sebelum masehi.
Penemuan yang sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu
belum dilakukan secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang
lebih lengkap dikembangkan di Italia setelah dikenal angka- angka desimal arab
dan semakin berkembangnya dunia usaha pada waktu itu. Perkembangan akuntansi
terjadi bersamaan dengan ditemukannya sistem pembukuan berpasangan (double
entry system) oleh pedagang- pedagang Venesia yang merupakan kota dagang yang
terkenal di Italia pada masa itu. Dengan dikenalnya sistem pembukuan
berpasangan tersebut, pada tahun 1494 telah diterbitkan sebuah buku tentang
pelajaran penbukuan berpasangan yang ditulis oleh seorang pemuka agama dan ahli
matematika bernama Luca Paciolo dengan judul Summa de Arithmatica, Geometrica,
Proportioni et Proportionalita yang berisi tentang palajaran ilmu pasti. Namun,
di dalam buku itu terdapat beberapa bagian yang berisi palajaran pembukuan
untuk para pengusaha. Bagian yang berisi pelajaranpe mbukuan itu berjudul
Tractatus de Computis et Scriptorio. Buku tersebut kemudian tersebar di Eropa
Barat dan selanjutnya dikembangkan oleh para pengarang berikutnya. Sistem
pembukuan berpasangan tersebut selanjutnya berkembang dengan sistemyang menyebut
asal negaranya, misalnya sistem Belanda, sistem Inggris, dan sistem Amerika
Serikat. Sistem Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem
Inggris dan Amerika Serikat disebut Sistem Anglo- Saxon2. Perkembangan
Akuntansi dari Sistem Kontinental ke Anglo- Saxon Pada abad pertengahan, pusat
perdagangan pindah dari Venesia ke Eropa Barat. Eropa Barat, terutama Inggris
menjadi pusat perdagangan pada masa revolusi industri. Pada waktu itu pula
akuntansi mulai berkembang dengan pesat. Pada akhir abad ke-19, sistem
pembukuan berpasangan berkembang di Amerika Serikat yang disebut accounting
(akuntansi). Sejalan dengan perkembangan teknologi di negara itu, sekitar
pertengahan abad ke-20 telah dipergunakan komputer untuk pengolahan data
akuntansi sehingga praktik pembukuan berpasangan dapat diselesaikan dengan
lebih baik dan efisien. Pada Zaman penjajahan Belanda, perusahaan- perusahaan
di Indonesia menggunakan tata buku. Akuntansi tidak sama dengan tata buku
walaupun asalnya sama-sama dari pembukuan berpasangan. Akuntansi sangat luas
ruang lingkupnya, diantaranya teknik pembukuan. Setelah tahun 1960, akuntansi
cara Amerika (Anglo- Saxon) mulai diperkenalkan di Indonesia. Jadi, sistem
pembukuan yang dipakai di Indonesia berubah dari sistem Eropa (Kontinental) ke
sistem Amerika (Anglo- Saxon).
2. PERAN AKUNTANSI DALAM BIDANG USAHA
DAN PASAR MODAL GLOBAL
Beberapa pemicu munculnya akuntansi
internasional dapat disebutkan sebagai berikut .
a.
Salah satu pemicu utama
munculnya akuntansi internasional adalah semakin luas dan besarnya jangkauan
dan operasi MNC (Multi National Corporation). Dengan semakin besarnya jangkauan
MNC ini, akan memengaruhi pasar uang dan modal internasional serta berbagai
transaksi bisnis dan keuangan yang menyertainya misalnya dikemukakan oleh
Jacoby (1970) tentang perubahan perusahaan dari skala domestik menjadi skala
internasional :
·
Perkembangan perusahaan
menyebabkan impor bahan mentah dari luar dan ekspor ke pasar internasiona
·
Membuka cabang-cabang
penjualan di luar negeri
·
Perusahaan memberikan
lisensi atau franchising
·
Pemilikan perusahaan di
luar negeri baik melalui pemilikan sebagian, joint ventures, pemilikan
seluruhnya
·
Manajemen dengan
multiorganisasi
·
Perusahaan yang dimilki
oleh beberapa perusahaan multinasional
b.
Investasi di luar negeri
yang dilakukan perusahaan, investor, pemerintah dan sebagainya
c.
Fluktuasi keuangan yang
disebabkan berubahnya sistem keuangan internasional yang menimbulkan munculnya
risiko perubahan kurs valuta asing sehingga memerlukan informasi akuntansi
d.
Meningkatnya harga
sumber-sumber alam dan komoditi serta monopoli
e.
Meningkatnya pertumbuhan
ekonomi dan aspirasi dunia ketiga
f.
Meningkatnya peranan
pasar modal. Dari aspek Pasar Modal Global ditemukan berbagai indikator penting
yang mau tidak mau memerlukan akuntansi internasional. Beberapa
indikator itu adalah sebagai berikut :
·
Cash flow dari transaksi
overseas saat ini adalah US 1,4 triliun dollar per hari
·
Ada kecenderungan volume
capital market semakin meningkat
·
Ada kecenderungan
konsolidasi dan integrasi pasar modal dunia karena ;
1.
Mengurangi transaction
cost
2.
Masalah likuiditas
3.
Semakin besar suatu pasar
bursa semakin baik
g.
Berubahnya Vision Pasar
Modal, hal ini ditandai oleh :
·
Penggunaan Decimal
Pricing dalam transaksi bursa
·
Munculnya pasar yang
saling terkait atau linked exchange
·
Penggunaan Electronic
Trading System di seluruh pasar modal
·
Adanya Global Accounting
Standard satu standar global
·
Tidak ada lagi batas
negara borderless country
h.
Pasar Modal USA
Pasar modal Amerika
termasuk pasar modal yang paling cepat menjadi pasar global. Pada tahun 1999 di
pasar bursa NYSE (New York Stock Exchange) terdapat 1200 perusahaan asing yang
terdaftar (listed) di pasar modal USA yang berasal dari 56 negara. Bayangkan semua
perusahaan ini wajib mengikuti standar akuntansi negaranya. Dari 56 negara ini
memiliki 56 standar akuntansi yang saling berbeda, dan merupakan 32% dari
seluruh kapitalisasi pasar (market capitalization) di NYSE.
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERKEMBANGAN DUNIA AKUNTANSI
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kekayaan negara
yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya.
Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan
seharusnya didukung dengan suatu pengawasan yang cukup andal guna menjamin
pendistribusian dana yang merata pada semua sektor publik sehingga efektivitas
dan efisiensi penggunaan dana bisa dipertanggungjawabkan.
Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit –
Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA–SAFP) tahun 1996 oleh BPKP dengan
keputusan Kepala BPKP No. Kep-378/K/1996. SA-APFP secara garis besar
mengacu pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di
Indonesia. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan tersebut
dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP).
BPKP merupakan suatu badan yang dibentuk oleh
lembaga eksekutif negara (presiden), yang bertugas untuk mengawasi dana untuk
penyelenggaraan pembangunan negara yang dilakukan pemerintah dan bertangungg
jawab atas tugasnya pada pemerintah juga.
Penyelenggaraan akuntansi pemerintahan yang bertumpu
pada sistem Uang yang Harus Dipertanggungjawabkan (UYHD) berdasarkan SK Menteri
Keuangan No. 217/KMK.03/1990 masih terlalu sederhana. Pemakaian uang yang
digunakan dalam proses penyelenggaaraan pemerintahan mengacu pada APBN atau
APBD dan pertanggungjawabannya hanya menyangkut pada berapa uang yang diterima
dan berapa uang digunakan.
Jadi, ada suatu kecederungan bahwa penggunaaan dana
bertumpu pada proses keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran uang saja. Dalam melaksanakan audit di sektor
publik (pemerintahan) perlu pembentukan suatu lembaga audit yang independen
yang benar-benar mempunyai integritas yang bisa dipertanggungjawabkan kepada
pihak publik. Oleh karenanya lembaga auditor tersebut setidaktidaknya bernaung
di bawah lembaga legislatif negara ataupun merupakan lembaga profesional
independen yang keberadaan mandiri, seperti akuntan publik. Peraturan yang
dikembangkan dalam Standar Auditing Sektor Publik harus terbentuk oleh suatu
lembaga ataupun badan yang berdiri
sendiri dan terlepas dari praktik pengauditan, sebagai contoh organisasi AAA
(American Accountant Association) yang berada di Amerika.
Akuntansi sektor publik – dari berbagai informasi
diperoleh bahwa pemahaman sektor publik sering diartikan sebagai aturan
pelengkap pemerintah yang mengakumulasi “utang sektor publik” dan “permintaan
pinjaman sektor publik” untuk suatu tahun tertentu. Artikulasi ini dampak
dari sudut pandang ekonomi dan politik yang selama ini mendominasi perdebatan
sektor publik. Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai
tuntutan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan
nasionalisasi versus privatisasi. Terlihat jelas, dalam artian luas, sektor
publik disebut bidang yang membicarakan metoda manajemen negara. Sedangkan
dalam arti sempit, diartikan sebagai pembahasan pajak dan kebijakan perpajakan.
Dari berbagai sebutan yang muncul, sektor publik dapat diartikan dari berbagai
disiplin ilmu yang umumnya berbeda satu dengan yang lain.
Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya sudah
ada sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam bukunya, Vernon Kam (1989) menjelaskan
bahwa praktik akuntansi sektor publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun
sebelum masehi. Kemunculannya lebih
dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial
didalam masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat, yang umumnya berbentuk
pemerintahan. Organisasi sektor publik ini, dapat diklasifikasikan dalam:
a.
Semangat kapitalisasi (Capitalistic
Spirit).
b.
Peristiwa politik dan ekonomi
(Economic and Politic Event).
c.
Inovasi teknologi (Technology
Inovation).
Pendekatan filosofi yang ada di sektor publik ialah
customer approach, market concept, individualism and self reliance,
purchaser/provider split, contarct culture, performace orientation, kompensasi
dan kondisi yang fleksibel. Pilihan-pilihan akan filosofi tersebut akan
menyebabkan perbedaan didalam kebijakan publik. Salah satu contoh adalah
perubahan dari masa orde baru kepada masa reformasi saat ini, dari sentralisasi
kepada desentralisasi, sosial ke mendekati pasar dan birokrasi ke lebih
penghargaan konsumen.
Dari berbagai buku Anglo Amerika, akuntansi sektor
publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam
praktik-praktik organisasi publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa
Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi pemerintahan. Dan diberbagai
kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan publik.
Berbagai perkembangan terakhir, sebagai dampak
penerapan dari pada accrual base di Selandia Baru, pemahaman ini telah berubah.
Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat.
Akuntansi dana masyarakat dapat diartikan sebagai: ”mekanisme teknik dan
analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat”. Dari
definisi diatas perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh
masyarakat – bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi
-organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik
dan swasta. Di Indonesia, akuntansi sektor publik dapat didefinisikan:
”mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana
masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen
dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada
proyekproyek kerjasama sektor publik dan swasta”.
Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia –
Penerapan Akuntansi Sektor Publik di Indonesia Salah satu bentuk penerapan
teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN. Di tahun 1959
pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan berupa nasionalisasi
perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer
profesional dan terlalu banyaknya ‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah,
mengakibatkan perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para
birokrat. Sehingga sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik
dan tidak menggembirakan.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru.
Lebih bertolak belakang lagi pada saat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 1983 tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa
fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan
publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada
sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik
akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada
sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah
Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989).
Deregulasi Akuntansi Sektor Publik Di Era Pra
Reformasi - Krisis ekonomi dewasa ini telah membawa kita pada titik
yang terburuk selama lebih dari 30 tahun. Dewasa ini kita menghadapi
permasalahan yang bertumpuk-tumpuk. Ekonomi kita mengalami kontraksi yang besar
dengan laju inflasi yang tinggi. Nilai tukar Rupiah jatuh, suku bunga tinggi.
Pengaruh kemarau yang berkepanjangan pada tahun
1997, berdampak negatif pada produksi bahan makanan, yang pada gilirannya kita
harus mengimpor beberapa jenis bahan makanan dalam jumlah yang cukup besar.
Kegiatan produksi tersendat-sendat dan ekspor hasil industri manufaktur
menghadapi berbagai hambatan, antara lain, oleh karena kesulitan untuk
mengimpor bahan baku dan suku cadang.
Sebabnya oleh karena hilangnya kepercayaan kepada
perbankan nasional. Bank-bank dan perusahaan-perusahaan kita menghadapi masalah
hutang yang berat baik di dalam maupun di luar negeri. Banyak industri telah
mengurangi kegiatannya, bahkan ada yang telah menghentikannya. Oleh karena itu
telah terjadi pemutusan hubungan kerja yang pada gilirannya telah menyebabkan
meningkatnya jumlah pengangguran. Peningkatan jumlah pengangguran yang
berlangsung bersamaan dengan meningkatnya laju inflasi telah mengakibatkan
jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan yang sangat besar.
Sementara itu kontraksi dalam kegiatan ekonomi dan
anjloknya harga migas di satu pihak dihadapkan dengan upaya untuk mengurangi
dampak negatif terhadap penduduk berpendapatan rendah di lain pihak pada
gilirannya telah menyebabkan meningkatnya defisit dalam APBN. Tingkat
kepercayaan (confidence) masyarakat yang masih rendah, tercermin pada kurs
Rupiah yang belum stabil, walaupun selama bulan Agustus 1998 terlihat adanya
kecenderungan makin menguatnya Rupiah, berkonsekuensi terhadap peningkatan
harga-harga serta terhambatnya kegiatan produksi dan investasi di dalam negeri.
Sejalan dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi
di segala bidang, kebijakan pemerintah di bidang hubungan keuangan pusat daerah
juga mengalami reformasi, dan secara bertahap akan terus disempurnakan sesuai
dengan perkembangan zaman. Arah reformasi hubungan keuangan Pusat dan Daerah
adalah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan negara dan daerah serta
meningkatkan akuntabilitas publik. Reformasi dimaksud meliputi pengaturan dana
perimbangan, pajak dan retribusi daerah, pinjaman daerah, serta pengelolaan
keuangan daerah.
Genderang reformasi telah ditabuh secara serentak
oleh segenap lapisan masyarakat sejak tahun 1997. Kejatuhan maskapai
penerbangan Orde Baru dari pucuk pimpinan Negara Kesatuan Republik Indonesia
memberikan harapan besar untuk masyarakat Indonesia segera terbangunnya iklim
berorganisasi yang sehat dengan berbasiskan “good governance” dalam rangka
memakmurkan dan mensejahterahkan serta mencerdaskan Rakyat Indonesia. Dalam
perjalanannya, reformasi dengan berbasiskan good governance untuk membangun
Indonesia Baru ternyata banyak sekali kendala dan batasan-batasan yang kita
miliki terutama berada dalam aspek hukum baik penciptaan hukum maupun
penegakkan hukum itu sendiri.
Pada era reformasi, masyarakat di sebagian besar
wilayah Indonesia, baik di propinsi, kota maupun kabupaten mulai membahas
laporan pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama.
Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah
dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja
daerah.
Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata
dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas
pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja.
Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah
beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif.
Sesuai dengan literatur good governance, perangkat
hukum dan penegakkan hukum adalah prasyarat terbangunnya suatu good governance. Dengan
segala hambatan dan keterbatasan yang kita miliki, semangat untuk membangun
Indonesia Baru dengan berbasiskan good governance masih terus hidup hampir di
segenap organisasi apakah itu organisasi Pemerintah maupun organisasi non
Pemerintah.
Dalam perspektif keuangan khususnya Institusi
Pemerintah, reformasi sudah mulai dibangun dengan dikeluarkannya beberapa
landasan hukum, pengenalan perangkat tehnologi untuk mempercepat proses
organisasi, dan pengenalan serta kewajiban untuk menerapkan sistim organisasi
dengan berbasiskan good governance kepada institusi Pemerintah. Perubahan total
dalam proses dan struktur serta “content-isi” penganggaran pemerintah-APBN dan
APBD serta Akuntansi merupakan 2 (dua) produk utama untuk membangun sistim
organisasi yang berbasiskan good governance. Namun demikian, 2 (dua) produk
reformasi keuangan ini akan tidak optimal jika tidak di imbangi oleh kesiapan
sumber daya manusianya untuk menerima dan mengimplemen tasikan produk reformasi
keuangan tersebut.
Disamping kesiapan dan kompetensi serta didukung
oleh budaya organisasi yang kondusif, faktor kualitas pelaporan organisasi juga
harus mampu di bangun untuk melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap sistim
organisasi berbasiskan good governance. Dengan sistim pelaporan yang efektif
maka pengelolaan sumber daya organisasi khususnya sumber daya ekonomi dapat
dipertanggungjawabkan secara adil dan terbuka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Pemerintah telah
mengeluarkan Undang-Undang No.22 thn 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana
dalam pasal 30 disebutkan bahwa “setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala
daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah”.
Selanjutnya dalam pasal 44 ayat 3 dinyatakan bahwa “kepala daerah wajib
menyampaikan laporan atas penyelenggaraan Pemerintahan daerah kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala daerah
Kabupaten dan Kepala daerah Kota, sekurang kurangnya sekali dalam setahun, atau
jika dipandang perlu oleh Kepala Daerah atau apabila diminta oleh Presiden”.
Dari pernyataan Undang-Undang No.22 than 1999 dalam
pasal 22 dan 44 diatas, secara tegas dapat dilihat bahwa Para Eksekutif Daerah
diharuskan untuk membuat sebuah laporan yang memuat bagaimana mereka
menyelenggarakan Pemerintahannya.
Dengan kata lain para Eksekutif Daerah harus membuat
sebuah laporan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya setiap tahun dalamhal
penyelenggaraan Pemerintahan. Selanjutnya Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000 mengenai
pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai tindak lanjut atas telah
dikeluarkannya Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah.
Dalam pasal 37 Peraturan Pemerintah No.105 ini
secara tegas disebutkan bahwa Kepala daerah harus mempertanggungjawabkan
Keuangan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disingkat
DPRD). Untuk memaparkan secara jelas sehingga tidak terjadi kebingungan
komunikasi antara Kepala Daerah dan DPRD maka laporan keuangan yang dimaksud
dalam pertanggungjawaban adalah terdiri dari 4 (empat) laporan yaitu: Laporan
Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca. Hal
ini bisa dilihat dalam pasal 38 yang menyatakan bahwa “kepala daerah menyusun
pertanggungjawaban keuangan daerah yang terdiri dari laporan perhitungan APBD,
nota perhitungan APBD, laporan arus kas, dan neraca daerah”.
Selain 2 (dua) perangkat hukum diatas yang mengatur
laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah; Kepala Daerah juga
harus membuat suatu laporan untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan DAU – Dana
Alokasi Umum dan DAK – Dana Alokasi Khusus termasuk pinjaman daerah kepada
Pemerintah Pusat (lihat PP No.106 thn 2000 pasal 7 dan 12; dan PP No.11 thn
2001 pasal 2). enyadari akan keterbatasan sumber daya manusia yang ada di
daerah maka Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Dalam Negeri telah
mengeluarkan Keputusan Pemerintah Dalam Negeri No.29 tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara
Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan APBD.
Dengan segala keterbatasannya, KepMen No.29 thn 2002
ini merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Pusat betapa penting laporan
pertanggungjawaban keuangan Pemerintah Daerah segera di realisasikan melalui
pemberian pedoman bagaimana sistim dan prosedur Akuntansi dan Keuangan
Pemerintahan daerah bisa dibuat.
Seiring dengan telah dikeluarkannya berbagai
perangkat hukum diatas, sebenarnya Ikatan Akuntan Indonesia telah memberikan
respon yang elegan dengan membentuk kompartemen baru yaitu Kompartemen
Akuntansi Sektor Publik. Melalui wadah kompartemen akuntansi sektor publik ini,
perkembangan organisasi profesi sektor publik khususnya akuntansi sektor publik
mulai menunjukkan titik terang.
Meskipun sedikit terlambat akibat begitu dinamisnya
lingkungan maupun struktur organisasi profesi sektor publik, sebuah Draft
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (selanjutnya disingkat PSAP) telah
dikeluarkan sebagaimana telah kita nantikan selama ini.
Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melakukan
sebuah Reformasi Akuntansi sebagaimana dapat dilihat dalam gambar dibawah ini,
dimulai melalui Perangkat hukum yang jelas yang diikuti oleh sebuah Standar
Akuntansi Pemerintah sebagai acuan dasar terbentuknya sebuah laporan keuangan
yang memiliki prinsip-prinsip adil, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada semua pihak.
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada tahun
2001 memunculkan jenis akuntabilitas baru, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999
dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Dalam hal ini terdapat tiga jenis
pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu (1) pertanggungjawaban pembiayaan
pelaksanaan dekonsentrasi, (2) pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan
pembantuan, dan (3) pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD).
Sementara di tingkat pemerintah pusat,
pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan
persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta
pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa
keuangan negara maupun keuangan daerah.
Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di
Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah. Pembaharuan manajemen keuangan daerah
di era otonomi daerah ini, ditandai dengan perubahan yang sangat mendasar,
mulai dari sistem pengganggarannya, perbendaharaan sampai kepada
pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sebelum bergulirnya otonomi daerah,
pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus disiapkan oleh Pemerintah
Daerah hanya berupa Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan dan
sistem yang digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual
Administrasi Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Dengan bergulirnya otonomi daerah, laporan
pertanggungjawaban keuangan yang harus dibuat oleh Kepala Daerah adalah berupa
Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan Arus Kas dan Neraca
Daerah. Kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan daerah ini diberlakukan
sejak 1 Januari 2001, tetapi hingga saat ini pemerintah daerah masih belum
memiliki standar akuntansi pemerintahan yang menjadi acuan di dalam membangun
sistem akuntansi keuangan daerahnya.
Kedua jenis laporan terakhir yaitu neraca daerah dan
laporan arus kas tidak mungkin dapat dibuat tanpa didasarkan pada suatu standar
akuntansi yang berterima umum di sektor pemerintahan. Standar akuntansi
pemerintahan inilah yang selalu menjadi pertanyaan bagi pemerintah daerah,
karena bagaimana mungkin suatu laporan neraca daerah dapat disusun tanpa
didasarkan suatu standar akuntansi. Pertanyaan lain yang juga muncul adalah
apakah standar akuntansi pemerintahan ini harus mengacu sepenuhnya kepada
praktek-praktek akuntansi yang berlaku secara internasional ? Pemerintah Daerah
masih banyak yang ragu dalam menerapkan suatu sistem akuntansi keuangan daerah
karena ketiadaan standar, walaupun dalam penjelasan pasal 35 PP 105/2000
disebutkan bahwa sepanjang standar dimaksud belum ada, dapat digunakan standar yang
berlaku saat ini. Lebih lanjut, dalam pasal-pasal lainnya disebutkan bahwa
kewenangan untuk menyusun sistem dan prosedur akuntansi sepenuhnya merupakan
kewenangan daerah, yaitu :
·
Pasal 14 ayat (1) menetapkan bahwa
keputusan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan
Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
·
Pasal 14 ayat (3) menetapkan bahwa
sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah diatur dengan Keputusan Kepala
Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dari ketentuan
tersebut di atas, seharusnya penerapan sistem dan prosedur akuntansi dalam
rangka penyusunan laporan keuangan daerah dapat menggunakan standar akuntansi
yang ada atau berlaku selama ini, tidak perlu harus menunggu standar akuntansi
pemerintahan yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai
pasal 57 ayat (2) UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Kewajiban pemerintah daerah untuk menyusun neraca, laporan realisasi anggaran,
laporan arus kas dan nota perhitungan merupakan kewajiban yang tidak bisa
ditunda-tunda karena hal tersebut merupakan pertanggungjawaban kepala daerah
kepada DPRD.
Tidak
dipenuhinya kewajiban tersebut tentunya akan membawa konsekuensi penolakan oleh
DPRD, yang akan menimbulkan dampak politis terhadap pemecatan Kepala Daerah
karena dianggap telah melanggar ketentuan hokum yang ada.
Ketiadaan
standar akuntansi pemerintahan , tidaklah berarti laporan keuangan pemerintah
daerah tidak dapat disusun. Ketentuan yang ada mengharuskan kepala daerah
menyampaikan pertanggungjawabkannya kepada DPRD dalam bentuk neraca, laporan
arus kas, laporan perhitungan/realisasi anggaran dan nota perhitungan. Sejak
awal tahun 2002, pemerintah daerah sudah membuat neraca awal daerah dengan
mengacu kepada Pedoman SAKD hasil Tim Pokja SK Menkeu 355/2001 dan Kepmendagri
29/2002 dan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta praktek-praktek
internasional.
Hingga saat ini,
pemerintah daerah yang telah memiliki neraca daerah sebanyak 169 Pemerintah
Daerah berdasarkan hasil asistensi yang dilakukan oleh BPKP sebagai anggota Tim
Pokja 355/2001. Hal ini merupakan tonggak sejarah bukan saja bagi pemerintah
daerah, tetapi juga bagi pemerintah Indonesia. Dengan adanya neraca tersebut,
maka laporan pertanggungjawaban keuangan daerah akan menjadi lebih transparan
dan akuntabel kepada publik .
4. SISTEM AKUNTANSI DI NEGARA-NEGARA
MAJU
A.
Perancis
Perancis
merupakan pendukung utama penyeragaman akuntansi nasional di dunia. Kementrian
Ekonomi Nasional menyetujui Plan Comptale General ( kode akuntansi nasional )
resmi yang pertama pada bulan September 1947. Pada Tahun 1986, renana tersebut
diperluas untuk melaksanakan ketentuan dalam Direktif Ketujuh UE terhadap
laporan keuangan konsolidasi dan revisi lebih lanjut pada tahun 1999. Plan Comptable
General berisi :
·
tujuan
dan prinsip akuntansi seta pelaporan keuangan
·
definisi
aktiva, kewajiban, ekuitas pemegang saham, pendapatan dan beban atauran pengakuan
dan penilaian
·
daftar
akun standar, ketentuan mengenai penggunaannya, dan ketentuan tata buku lainnya
·
contoh
laporan keuangan dan aturan penyajiannya2
Ciri khusus
akuntansi di Perancis adalah terdapatnya dikotomi antara laporan keuangan
perusahaan secara tersendiri dengan laporan keuangan kelompok usaha yang
dikonsolidasikan. Meskipun akun-akun perusahaan secara tersendiri harus
memenuhi ketentuan pelaporan wajib, hukum memperbolehkan perusahaan Perancis
untuk mengikuti Standar Pelaporan Keuangan internasional.
Regulasi dan Penegakan Aturan Akuntansi
Lima organisai
utama yang terlibat dalam proses penetapan standar di Prancis adalah :
1. Counseil National de la Comptabilite atac CNC (Badan
Akuntansi Nasional)
2. Comite de la Reglemetation Comptable or CRC (Komite
Regulasi Akntansi)
3. Autorite des Marches Financiers or AMF (Otoritas
Pasar Keuangan)
4. Ordre des Experts-Comtable or OEC (Ikatan Akuntansi
Publik )
5. Compagnie Nationale des Commisaires aix Comptes or
CNCC (Ikatan Auditor Kepatuhan Nasional)
Di Perancis
profesi akuntansi dan auditing sejak dahulu telah terpisah. Akuntan dan auditor
Perancis diwakili oleh kedua lembaga, yaitu OEC dan CNCC, meski terdapat
sejumlah orang yang menjadi anggota keduannya. Sesungguhnya, 80% akuntan dengan
kualifikasi di Perancis memiliki kedua klasifiksi tersebut. Dua lembaga
profesional memiliki hubungan dekat dan bekerja sama untuk kepentingan bersama.
Kedua terlibat dalam pengembangan standar akuntansi melalui CNC dan CRC dan
keduannya mewakili Perancis di IASB
Pelaporan Keuangan
Perusahaan
Prancis harus melaporkan berikut ini :
1. Neraca
2. Laporan laba rugi
3. Catatan atas laporan keuangan
4. Laporan direktur
5. Laporan auditor
Laporan keuangan
seluruh perusahaan perseroaan dan perusahaan dengan kewajiban terbatas lainnya
yang melebihi ukuran tertentu harus diaudit. Perusahaan besar juga harus
menyiapka dokumen yang terkait dengan pencegahan kepailitan perusahaan dan
laporan sosial, yang keduanya hanya terdapat di Perancis.
Ciri utama
pelaporan di Perancis adalah ketentuan mengenai pengungkapan catatan kaki yang
ekstensif dan detail yang meliputi hal-hal berikut :
·
Penjelasan
mengenai aturan pengukuran yang diberlakukan
·
Perlakuan
akuntansi untuk pos-pos dalam mata uang asing
·
Laporan
perubahan aktiva tetap dan depresiasi
·
Detail
provisi
·
Detail
revaluasi yang dilakukan
·
Analisis
piutang dan utang sesuai masa jatuh tempo
·
Daftar
anak perusahaan dan kepemilikan saham
·
Jumlah
komitmen pensiun dan imbalan pasca kerja lainnya
·
Detail
pengaruh pajak terhadap laporan keuangan
·
Rata-rata
jumlah karyawan sesuai golongan
·
Analisis
pendapatan menurut aktivitas dan geografis
Pengukuran akuntansi
Akuntansi di
Perancis memiliki karakteristik ganda : Perusahaan secara tersendiri harus
mematuhi paraturan yang tetap, sedangkan kelompok usaha konsolidasi memiliki
fleksibilitas lebih besar. Akuntansi untuk perusahaan secara individual
merupakan dasar hukum untuk membagikan dividen dan menghitung pendapatan kena
pajak.
Metode pembelian
(purchase method) umumnya digunakan untuk mencatat penggabungan usaha, namum
metode penyatuan kepemilikan (pooling method) dapat digunakan dalam beberapa
kondisi. Muhibah (goodwill) umumnya dikapitalisasi dan diamortisasi terhadap
laba, namun tidak ditentukan berapa lama periode amortisasi yang maksimum.
Goodwill tidak perlu diuji untuk penurunan nilai . Konsolidasi proporsional
digunakan untuk usaha patungan dan metode ekuitas digunakan untuk mencatat
investasi pada perusahaan yang tidak dikonsolidasikan, yang dapat dipengaruhi
secara signifikan. Praktik translasi mata uang asing sama dengan IAS 21. Aktiva
dan kewajiban anak perusahan yang berdiri sendiri ditranslasikan dengan
menggunakam metode kurs penutupan (akhir tahun) dan perbedaan translasi
dimasukan ke dalam ekuitas.
B. Jerman
Pada awal tahun
1970-an, uni Eropa (UE) mulai mengeluarkan direktif harmonisasi, yang harus
diadopsi oleh negara-negara anggotanya ke dalam hukum nasional. Direktif Uni
Eropa yang keempat, ketujuh, kedelapan seluruhnya masuk kedalam hukum Jerman
melalui Undang-undang Akuntansi Komprehensif yang diberlakukan pada tanggal 19
Desember 1985. Karakteristik fundamental ketiga dari Akuntansi di
Jerman adalah ketergantungannya terhadap anggaran dasar dan keputusan
pengadilan. Selain kedua hal itu tidak ada yang memiliki status mengikat atau
berwenang. Untuk memahami akuntansi di Jerman, seseorang harus mmerhatikan HGB
dan kerangka hukum kasus yang terkait.
Regulasi
dan Penegakan Aturan Akuntansi
Sebelum tahun
1998, Jerman tidak memiliki fungsi penetapan standar akuntansi keuangan
sebagaimana yang dipahami di negara-negara berbahasa Inggris. Undang –undang
tentang pengendalian dan transparansi tahun 1998 memperkenalkan keharusan untuk
mengakui badan swasta yang menetapkan standar nasional untuk memenuhi tujuan
berikut :
·
Mengembangkan
rekomendasi atas penerapan standar akuntansi dalam laporan keuangan konsolidasi
·
Memberikan
nasihat kepada Kementrian Kehakiman atas legislasi akuntansi yang baru
·
Mewakili Jerman
dalam organisasi akuntansi internasional, Seperti IASB
Sistem penerapan
standar akuntansi yang baru di Jerman secara garis besar mirip dengan sistem
yang ada di Inggris dan Amerika Serikat. Namun untuk diperhatikan bahwa standar
GASB adalah rekomendasi wajib yang hanya berlaku u/lapoaran keuangan
konsolidasi.
Pelaporan
Keuangan
Undang – Undang
Akuntansi tahun 1985 secara khusus menentukan isi dan bentuk laporan keuangan
yang meliputi :
1.
Neraca
2.
Laporan laba rugi
3.
Catatan atas
laporan keuangan
4.
Laporan manajemen
5.
Laporan auditor
Ciri utama sistem
pelaporan keuangan di Jerman adalah laporan secara pribadi oleh auditor kepada
dewan direktur pengelola perusahaan dan dewan pengawas perusahaan, untuk tujuan
konsolidasi, seluruh perusahaan dalam kelompok tersebut harus menggunakan
prinsip akuntansi dan penilaian yang sama.
Pengukuran
Akuntansi
GAS lebih ketat
bila dibandingkan dengan HGB dalam hal laporan keuangan konsolidasi, menurt GAS
4, metode revaluasi harus digunakan , sedangkan aktiva dan kewajiban yang
diperoleh dalam penggabungan usaha harus direvaluasi menjadi nilai wajar dan
kelebihan yang tersisa dialokasikan menjadi goodwill. Goodwill diamortisasi
selama masa tidak lebih dari 20 tahun dan diuji untuk penurunan nilai tiap
tahunnya.
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, perusahaan – perusahaan Jerman sekarang dapat memilih
untuk menyusun laporan keuangan konsolidasi sesuai dengan aturan Jerman
sebagaimana dijelaskan di atas, standar akuntansi internasional, atau GAAP AS.
Ketiga pilihan tersebut dapat ditemukan dalam praktik dan para pembaca laporan
keuangan Jerman harus berhati-hati untuk mencari tahu standar akuntansi manakah
yang digunakan.
5. PRAKTEK PENGUNGKAPAN AKUNTANSI DIPENGARUHI
OLEH PERBEDAAN TATA KELOLA PERUSAHAAN KEUNTUNGAN PERUSAHAAN DI SUATU NEGARA
A. Perkembangan
Pengungkapan
Perkembangan
sistem pengungkapan sangat berkaitan dengan perkembangan sistem akuntansi.
Standar dan praktik pengungkapan dipengaruhi oleh sumber-sumber keuangan,
sistem hukum, ikatan politik dan ekonomi, tingkat pembangunan ekonomi, tingkat
pendidikan, budaya, dan pengaruh lainnya.
Perbedaan
nasional dalam pengungkapan umumnya didorong oleh perbedaan dalam tata kelola
perusahaan dan keuangan. Di Amerika Serikat, Inggris dan negara-negara Anglo
Amerika lainnya, pasar ekuitas menyediakan kebanyakan pendanaan yang dibutuhkan
perusahaan sehingga menjadi sangat maju. Di pasar-pasar tersebut, kepemilikan
cenderung tersebar luas di antara banyak pemegang saham dan perlindungan
terhadap investor sangat ditekankan. Investor institusional memainkan peranan
yang semakin penting di negara-negara ini, menuntut pengembalian keuangan dan
nilai pemegang saham yang meningkat.
Di
kebanyakan negara-negara lain (seperti Prancis, Jepang dan beberapa negara
pasar yang berkembang), Kepemilikan saham masih masih tetap sangat
terkonsentrasi dan bank (dan atau pemilik keluarga) secara tradisional menjadi
sumber utama pembiayaan perusahaan. Bank-bank ini, kalangan dalam dan lainnya
memperoleh banyak informasi mengenai posisi keuangan dan aktivitas perusahaan.
B.
Konsep – Konsep
pengungkapan
1.
Pengungkapan Cukup
Pengungkapan cukup adalah pengungkapan yang
di wajibkan oleh standar akuntansi yang berlaku.
2.
Pengungkapan Wajar
Pengungkapan wajar merupakan konsep yang
bersifat lebih positif, pengungkapan yang wajar merupakan tujuan etis agar
dapat memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai
laporan keuangan
3.
Pengungkapan Penuh
C.
Pengungkapan Sukarela
Beberapa studi menunjukkan bahwa manajer
memiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi mengenai kinerja perusahaan
saat ini dan saat mendatang secara sukarela. Dalam laporan terakhir, Badan
Standar Akuntansi Keuangan (FASB) menjelaskan sebuah proyek FASB mengenai
pelaporan bisnis yang mendukung pandangan bahwa perusahaan akan mendapatkan
manfaat pasar modal dengan meningkatkan pengungkapan sukarelanya. Laporan ini
berisi tentang bagaimana perusahaan dapat menggambarkan dan menjelaskan potensi
investasinya kepada para investor.
Sejumlah aturan, seperti aturan akuntansi dan
pengungkapan, dan pengesahan oleh pihak ketiga (seperti auditing) dapat
memperbaiki berfungsinya pasar. Aturan akuntansi mencoba mengurangi kemampuan
manjer dalam mencatat transaksi-transaksi ekonomi dengan carayang tidak
mewakili kepentingan terbaik pemegang saham. Aturan pengungkapan menetapkan
ketentuan-ketentuan untuk memastikan bahwa para pemegang saham menerima
informasi yang tepat waktu, lengkap dan akurat.
D. Ketentuan
Pengungkapan Wajib
Bursa efek dan badan regulator pemerintah
umumnya mengharuskan perusahaan perusahaan asing yang mencatatkan saham untuk
memberi informasi keuangan dan informasi non keuangan yang sama dengan yang
diharuskan kepada perusahaan domestik. Setiap informasi yang diumumkan, yang
dibagikan kepada para pemegang saham atau yang dilaporkan kepada badan
regulator di pasar domestik. Namun demikian, kebanyakan negara tidak mengawasi
atau menegakkan pelaksanaan ketentuan ”kesesuaian pengungkapan antar wilayah (yuridiksi).”
Perlindungan terhadap pemegang saham berbeda
antara satu negara dengan negara lain. Negara-negara Anglo Amerika seperti
Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat memberikan perlindungan kepada pemegang
saham yang ditegakkan secara luas dan ketat. Sebaliknya, perlindungan kepada
para pemegang saham kurang mendapat perhatian di beberapa negara lain seperti
Cina contohnya, yang melarang insider trading (perdagangan yang melibatkan
kalangan dalam) sedangkan penegakan hukum yang lemah membuat penegakan aturan
ini hampir tidak ada.
E. Pendekatan
Pengungkapan
1.
Translasi
Memberikan penampilan internasional kepada
laporan primer dan memberikan keuntungan dari sisi hubungan masayarakat
2.
Informasi Khusus
Mengupayakan untuk menjelaskan kepada pembaca
asing mengenai standar akuntansi tertentu yang mendasari penyusunan laporan
keuangan.
3.
Restatement
Melakukan estimasi terhadap beberapa besar
penyesuaian laba yang terjadi seandainya GAAP dengan non negara asal yang
dipakai dengan hasil akhir angka laba EPS yang konsisten.
4.
Laporan primer-sekunder
Laporan primer sesuai dengan standar nasional
sedangkan laporan sekunder sesuai dengan standar negara yang di tuju.
F. Praktik
Pelaporan dan Pengungkapan
Aturan pengungkapan sangat berbeda di seluruh
dunia dalam beberapa hal seperti laporan arus kas dan perubahan ekuitas,
transaksi pihak terkait, pelaporan segmen, nilai wajar aktiva dan kewajiban
keuangan dan laba per saham. Pada bagian ini perhatian dipusatkan pada :
1.
Pengungkapan Informasi yang melihat masa
depan, mencakup :
·
ramalan pendapatan, laba rugi, laba rugi per
saham (EPS), pengeluaran modal, dan pos keuangan lainnya
·
informasi prospektif mengenai kinerja atau
posisi ekonomi masa depan yang tidak terlalu pasti bila dibandingkan dengan
proyeksi pos, periode fiskal, dan proyeksi jumlah
·
laporan rencana manajemen dan tujuan operasi
di masa depan.
2.
Pengungkapan Segmen
Permintaan investor dan analis akan informasi
mengenai hasil operasi dan keuangan segmen industri tergolong signifikan dan
semakin meningkat. Contoh, para analis keuangan di Amerika secara konsisten
telah meminta data laporan dalam bentuk disagregat yang jauh lebih detail dari
yang ada sekarang. Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) juga
membahas pelaporan segmen yang sangat mendetail. Laporan ini membantu para
pengguna laporan keuangan untuk memahami secara lebih baik bagaimana
bagian-bagian dalam suatu perusahaan berpengaruh terhadap keseluruhan
perusahaan.
3.
Laporan Arus Kas dan Arus dana
IFRS dan standar akuntansi di Amerika
Serikat, Inggris, dan sejumlah besar negara-negara lain mengharuskan penyajian
laporan arus kas.
4.
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Saat ini perusahaan dituntut untuk
menunjukkan rasa tanggung jawab kepada sekelompok besar yang disebut sebagai
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) – karyawan, pelanggan, pemasok,
pemerintah, kelompok aktivis, dan masyarakat umum.
5.
Pengungkapan khusus bagi para pengguna
laporan keuangan non domestik dan atas prinsip akuntansi yang digunakan Laporan keuangan dapat
berisi pengungkapan khusus untuk mengakomodasi para pengguna laporan keuangan
nondomestik. Pengungkapan yang dimaksud seperti:
·
”Penyajian ulang untuk kenyamanan” informasi
keuangan ke dalam mata uang nondomestik
·
Penyajian ulang hasil dan posisi keuangan
secara terbatas menurut keompok kedua standar akuntansi
·
Satu set lengkap laporan keuangan yang
disusun sesuai dengan kelompok kesua standar akuntansi; dan beberapa pembahasan
mengenai perbedaan antara prinsip akuntansi yang banyak digunakan dalam laporan
keuangan utama dan beberapa set prinsip akuntansi yang lain.
G. PENGUNGKAPAN
TATA KELOLA PERUSAHAAN
Tata kelola perusahaan berhubungan dengan
alat-alat internal yang digunakan untuk menjalankan dan mengendalikan sebuah
perusahaan – tanggung jawab, akuntabilitas dan hubungan di antara para pemegang
saham, anggota dewan dan para manajer yang dirancang untuk mencapai tujuan
perusahaan. Masalah-masalah tata kelola perusahaan antara lain meliputi hak dan
perlakuan kepada pemegang saham, tanggung jawab dewan, pengungkapan dan
transparansi dan peranan pihak-pihak yang berkepentingan. Praktik tata kelola
perusahaan semakin mendapat perhatian dari para regulator, investor dan analis.
H. PENGUNGKAPAN
DAN PELAPORAN BISNIS MELALUI INTERN
World Wide Web semakin banyak digunakan
sebagai saluran penyebaran informasi, dimana media cetak sekarang memainkan
peranan sekunder. Bahasa Pelaporan Usaha (Extensible Business Reporting
Language – XBRL) merupakan tahap awal revolusi pelaporan keuangan. Bahasa
komputer ini dibangung ke dalam hampir seluruh software untuk pelaporan
akuntansi dan keuangan yang akan dikeluarkan di masa depan, dan kebanyakan
pengguna tidak perlu lagi mempelajari bagaimana mengolahnya sehingga secara
langsung dapat menikmati manfaatnya.
I. PENGUNGKAPAN
LAPORAN TAHUNAN DI NEGARA-NEGARA PASAR BERKEMBANG
Pengungkapan laporan tahunan perusahaan di
negara-negara pasar berkembang secara umum kurang ekstensif dan kurang kredibel
dibandingkan dengan pelaporan perusahaan di negara-negara maju. Sebagai contoh,
pengungkapan yang tidak cukup dan yang menyesatkan dan perlindungan konsumen
yang terabaikan disebut-sebut sebagai penyebab krisis keuangan Asia Timur di
tahun 1997.
J. IMPLIKASI
BAGI PARA PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN DAN PARA MANAJER
Para manajer dari banyak perusahaan
terus-menerus sangat dipengaruhi oleh biaya pengungkapan informasi yang
bersifat wajib, tingkat pengungkapan wajib maupun sukarela semakin meningkat di
seluruh dunia. Manajer di negara-negara yang secara tradisional memiliki
pengungkapan rendah harus mempertimbangkan apakah menerapkan kebijakan
peningkatan pengungkapan dapat memberikan manfaat dalam jumlah yang signifikan
bagi perusahaan mereka. Lagipula, para manajer yang memutuskan untuk memberikan
pengungkapan yang lebih banyak dalam bidang-bidang yang dipandang penting oleh
para investor dan analis keuangan, seperti pengungkapan segmen dan
rekonsiliasi, dapat memperoleh keunggulan kompetitif dari perusahaan lain yang
memiliki kebijakan pengungkapan yang ketat.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar