GOVERNANCE SYSTEM
Governance
System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam
perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan,
yaitu :
1. Commitment on
Governance. Commitment on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
2. Governance Structure. Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat
yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan
yang berlaku.
3. Governance Mechanism.
Governance Mechanism adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
4. Governance Outcomes.
Governance Outcomes adalah
hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Terdapat 5 (lima) prinsip dasar GCG, yaitu:
1.
Transparency (Keterbukaan
Informasi). Transparansi
diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
Dalam mewujudkan transparansi itu
sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang lengkap, akurat dan tepat
waktu kepada para pemangku kepentingan (Stakeholder).
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia selaku otoritas pengawas
perbankan di Indonesia dan mempublikasikan informasi keuangan serta informasi
lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara
akurat dan tepat waktu. Disamping itu, para investor harus dapat mengakses
informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.
Dengan keterbukaan informasi
tersebut maka para stakeholder dapat menilai kinerja berikut
mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan
perusahaan. Adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat,
tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, dapat menghasilkan terjadinya
efisiensi atau disiplin pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi
dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dapat mencegah terjadinya benturan
kepentingan (conflict of
interest) berbagai
pihak dalam perusahaan.
2.
Accountability (Akuntabilitas). Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering ditemukan di
perusahaan-perusahaan Indonesia adalah kurang efektifnya fungsi pengawasan
Dewan Komisaris. Atau bahkan sebaliknya, Komisaris mengambil alih peran
berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Oleh karena itu diperlukan
kejelasan mengenai tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu
mekanisme checks and balances kewenangan dan peran dalam mengelola
perusahaan.
Beberapa bentuk implementasi lain
dari prinsip akuntabilitas ini antara lain:
a.
Praktek Audit
Internal yang efektif, serta
b.
Kejelasan fungsi,
hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan,
kebijakan, dan prosedur di bank.
3.
Responsibility (Pertanggungjawaban). Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
Penerapan prinsip ini diharapkan
membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia
menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus
ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibilitas ini
juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan
pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan
manfaat dari mekanisme pasar.
4.
Independency (Kemandirian). Independensi
merupakan prinsip penting dalam penerapan GCG di Indonesia. Independensi atau
kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independensi sangat penting dalam
proses pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam proses pengambilan
keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut.
Kejadian ini akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan kepentingan
perusahaan yang seharusnya mendapat prioritas utama.
Untuk meningkatkan independensi
dalam pengambilan keputusan bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan beberapa
aturan, pedoman, dan praktek di tingkat pengurus bank, terutama di tingkat
Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh Undang-undang diberi amanat untuk
mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.
5.
Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran). Secara sederhana kesetaraan dan kewajaran (fairness) bisa
didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup
adanya kejelasan hak-hak stakeholder berdasarkan sistem hukum dan penegakan
peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas
dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi
yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai
perusahaan berkurang), korupsi-kolusi-nepotisme (KKN), atau keputusan-keputusan
yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan,
penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.
BUDAYA ETIKA
Moral : tradisi kepercayaan mengenai perilaku benar atau salah .
Etika : satu set
kepercayaan, standart atau pemikiran yang mengisi suatu individu,
kelompok dan
masyarakat.
Hukum: peraturan perilaku yang dipaksakan oleh
otoritas berdaulat, seperti
pemerintah pada
rakyat atau perusahaan pada karyawannya.
Penggunaan komputer dalam bisnis diarahkan
pada nilai-nilai moral dan etika dari para manajer, spesialis informasi dan
pemakai dan juga hukum yang berlaku. Hukum paling mudah
diiterprestasikan karena berbentuk tertulis. Dilain pihak etika dan moral tidak
didefinisikan secara persis dan tidak disepakati oleh semua anggota masyarakat.
Hubungan antara
CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis,
maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya.
Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya
etika.
Tugas manajemen
puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi,
melalui semua tingkatan dan menyentuh seluruh karyawan.
Para eksekutif
mencapai penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1.
Corporate credo :
pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
2.
Program etika :
suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk
mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
3.
Kode etik perusahaan
MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Membangun entitas korporasi
dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke
dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas
korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku
bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani”
dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan
mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli
terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
KODE PERILAKU KORPORASI (CORPORATE CODE OF CONDUCT)
Pengelolaan perusahaan tidak
dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of
Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap
dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan
rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam
berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan
secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku
inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang
menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan
bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai
tersebut dituangkan dalam code of conduct.
EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU KORPORASI
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan
dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan
dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Evaluasi sebaiknya
dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan
melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Opini : Governance System adalah
sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antara lembaga negara dalam
melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara sendiri dan untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Budaya etika secara umum adalah perilaku
yang etis. Struktur etika
korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dngan kepribadian
perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang
dilakukan perusahaan secara rutin. Suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi
organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis
sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan
dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan
pedoman-pedoman.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar