Kamis, 28 Juni 2012

Hukum Ekonomi Era Reformasi


Dalam era yang disebut sebagai pasca reformasi ini, beberapa tuntutan yang dikemukakan masyarakat akan tetap ada, terutama yang berkait dengan sektor-sektor yang belum tercapai pada masa reformasi. Sektor-sektor tersebut diantaranya adalah yang berkaitan dengan penegakan hukum, hak asasi manusia, dan pemberantasan korupsi, kolusi dan Nepotisme. Disamping itu juga akan selalu muncul tuntutan terhadap pemenuhan keadilan di bidang  ekonomi.
            Politik hukum di Indonesia yang telah mengarahkan pembangunan hukum pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tampaknya sudah sangat mendesak untuk direalisir dengan program yang nyata oleh Pemerintah. Namun yang patut mendapat perhatian, jangan sampai terjebak lagi dengan angka-angka pertumbuhan ekonomi, tanpa memerhatikan pemerataan ekonomi bagi masyarakat miskin, sebagaimana yang dilakukan pada era Orde Baru. Cina sebagai macan asia yang menjadi salah satu Negara yang terkuat perkenomian di dunia telah melakukan reformasi hukum secara total, menciptakan hukum yang berbasis pada perekonomian sehingga hukum bisa memperlancar perekonomian dan menjawab semua masalah ekonomi yang ada.
Pemerintah Orde Baru menyelenggarakan pembangunan dengan mengusulkan pertumbuhan ekonomi melalui pendekatan ekonomi gaya trickle dwon effect. Secara teoritis jika orang kaya meninvestasikan uangnya disektor riil, infrastruktur dan pasar modal, maka akan ada kegiatan ekonomi yang bergulir dan menghidupi beragam bisnis yang lebih kecil, dan membuat persaingan dalam dunia bisnis berjalan dinamis, yang pada akhirnya harga akan terdesak turun sebagai konsekuensi persaingan yang sehat tersebut. Dengan penggunaan strategi tersebut, diharapkan konglomerat-konglomerat yang telah ‘dibesarkan’ oleh penguasa akan ‘meneteskan’ rezekinya pada masyarakat miskin, sehingga terjadi pemerataan ekonomi. Pada saat itu, program pembangunan Indonesia banyak mendapat pujian dari dunia internasional, diantaranya meraih swasembada beras, dan keberhasilannya memacu pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sehingga menjadi salah satu Negara Asia yang mendapat julukan ‘keajaiban Asia’. Disamping itu, lembaga keuangan dunia semacam  World Bank dan IMF juga memuji keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia.
Namun demikian, ternyata pertumbuhan ekonomi tinggi diperlihatkan oleh Pemerintah Soeharto tersebut merupakan window dressing yang digunakan untuk mengelabui mata dunia dan masyarakat Indonesia. Fundamental ekonomi yang digunakan untuk menopang pertumbuhan tinggi tersebut sebenarnya sangat ‘keropos’, hal ini disebabkan konglomerat dan dunia perbankan yang pada saat itu menjadi tulang punggung dan senantiasa
mendapatkan keistimewaan dari pemerintah ternyata bukan entrepreneur dan banker dalam arti yang sebenarnya, tetapi mereka hanya  rent seeking (pemburu rente) dan para penjarah kekayaan Negara, serta rakyat Indonesia. Akibatnya ‘tetesan’ rezeki ke masyarakat miskin yang kemudian akan berbuah kemakmuran  dikonsepkan para arsitektur ekonomi ternyata tidak pernah terjadi. Puncak dari semua permsalahan ini adalah ketika terjadinya krisis moneter tahun 1997, hal ini menunjukkan betapa rapuhnya perekonomian bangsa yang dibangun selama ini sehingga menuntut untuk dilakukannya reformasi, krisis ekonomi ini juga membawa imbas kepada krisis lainnya seperti krisis sosial, krisis politik dan krisis kepemimpinan di Inonesia.




Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar